Thursday, December 22, 2016

Polri dan Tanggung Jawab Sweeping

Pernyataan Kapolri agar bawahannya tidak membiarkan kelompok manapun melakukan sweeping adalah satu oase di tengah kecenderungun bawahannya mengikuti kehendak kelompok-kelompok tertentu. Apa yang dilakukan Kapolri sekaligus menghadirkan kembali peran negara dalam kondisi masyarakat Indonesia yang kini mulai menggunakan hukum rimba. "Siapa yang kuat dia yang berkuasa."

Dalam kehidupan bernegara, pemerintah adalah pihak yang paling bertanggung jawab untuk mengatur agar semua orang merasa nyaman hidup dalam negara tersebut. Tak peduli seberapa kuatnya atau berapa banyak anggotanya, semuanya harus tunduk pada pemerintah. Pemerintah itu sendiri tak pernah boleh bertindak sewenang-wenang. Untuk itu ada aturan atau hukum yang menjadi patokan tindakan pemerintah.

Pemerintah mesti taat pada aturan atau hukum yang berlaku. Atas dasar hukum itulah, pemerintah melalui aparat-aparatnya bertindak untuk tujuan hidup bersama. Selain itu, negara hanya bertindak dalam level hidup bersama dan bukan terhadap kehidupan privat setiap warganya. Negara tak berhak untuk mengatur kehidupan privat setiap orang.

Namun, kehidupan privat pun tak lepas dari kehidupan bersama. Urusan privat bisa jadi beririsan dengan urusan publik dalam hidup bernegara. Karena itu, setiap orang bebas melakukan apa pun dalam negara demokrasi namun kebebasannya itu dibatasi oleh kebebasan dan hak orang lain. Ketika kehidupan privat beririsan dengan kehidupan publik maka negara wajib mengaturnya dengan batasan yang jelas. Untuk itu negara mesti menciptakan aturan untuk mengatur batasan itu.

Setiap pribadi misalnya bebas menyanyi sekeras-kerasnya, namun ketika suara nyanyiannya itu mengganggu kenyamanan hidup orang lain maka negara mesti mengaturnya. Namun negara tak pernah boleh melarang orang untuk bernyanyi. Yang negara atur adalah agar orang tersebut bernyanyi tanpa menggangu pihak lain.

Baca juga: Saya kristen Tak Pakai Onamen Natal
Dua Tindakan Berbeda Polisi

Demikian pun setiap orang bebas untuk berdoa dimana pun ia ingin berdoa. Namun ketika ia melakukan doa di tengah jalan maka negara wajib turun tangan untuk mengaturnya karena menggangu pihak lain yang menggunakan jalan.

Orang pun bebas untuk menggunakan pakaian apa pun jenisnya. Bahkan untuk tidak berpakaian pun, itu adalah hak. Namun ketika ia mencuri pakaian orang maka negara wajib mengaturnya. Intinya negara baru boleh turun tangan ketika ada indikasi pihak tertentu melanggar hak pihak lain.

Terkait dengan itu, soal pilihan berpakaian misalnya negara tak pernah boleh mengintervensi. Setiap orang bebas memilih jenis pakaiannya. Namun negara harus intervensi ketika ada pihak lain yang melakukan pelecehan seksual. Sekali lagi, cara berpakaian itu hak setiap orang, tetapi tindakan pelecehan terhadap orang lain mesti dihukum tak peduli alasan pelecehannya adalah karena jenis pakaian yang dikenakan korban (ini alasan yang tak masuk akal).

Agama atau adat sesungguhnya bisa berperan dalam kehidupan privat manusia. Akan tetapi peranan agama atau adat terbatas pada kelompok agama atau bagian dari masyarakat adat tersebut. Selain itu, perannya pun bukanlah peran memaksa tetapi hanya berperan mendorong atau memberi nasihat. Agama tak boleh memaksa karena yang memiliki kewenangan memaksa atau menggunakan kekerasan (tentu dengan pengecualian) hanyalah negara.

Karena itu, jika ada orang yang melanggar aturan agamanya, maka para pemuka agama pun tak pernah boleh melakukan kekerasan padanya. Misalnya, jika seorang umat Katolik makan daging pada hari Jumat Agung dimana saat itu menjadi saat berpuasa bagi umat Katolik, maka para pemuka agama tak boleh menghukumnya dengan kekerasan. Sampai pada titik ini pun negara tak pernah boleh intervensi. Namun ketika ada kekerasan dalamnya, negara bisa bertindak.

Jika terhadap umatnya sendiri, agama-agama tak pernah boleh memaksa apalagi dengan kekerasan demikian pula terhadap orang dari agama lain atau yang tak beragama.

Tugas mengatur kehidupan bersama adalah tugas negara. Kelompok manapun tak pernah boleh mengatur negara. Untuk itu aparat negara pun tak pernah boleh mau diintervensi oleh kelompok tertentu. Negara adalah rumah bersama dengan pemerintah sebagai pengaturnya. Namun jika negara mulai diatur kelompok tertentu, maka sesungguhnya negara sedang menuju kepada kegagalannya sebagai sebuah negara. Karena itu sikap kapolri menjadi penting.

Sikap kapolri ini pun sekaligus menjadi jaminan bagi kelompok minoritas di Indonesia bahwa negara ini masih mungkin untuk didiami oleh semua orang. Kini kita hanya perlu mendukung sikap Polri dan menanti ketegasan polisi dalam mengahadapi kelompok intoleran yang melakukan kekerasan. Jika tidak ada tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan, maka sikap polisi pun hanya akan menjadi gertak sambal sehingga kelompok intoleran kembali melakukan aksi yang sama. Indonesia butuh bukti adanya hukuman bagi kelompok pelaku kekerasan berbasiskan SARA untuk menjadi pegangan bahwa ini benar negara Bhineka Tunggal Ika dengan dasar Pancasila.

Pemaksaan kehendak satu kelompok dengan basis agama adalah bentuk pelecehan terhadap dasar negara, Pancasila. Maka pembiaran terhadapnya hanya membuatnya berkembang dan semakin besar. Yang jelas, yang bertugas adalah pemerintah sehingga masyarakat pun tidak kembali pada hakim jalanan. Namun jika negara tak tegas, bukan tidak mungkin akan muncul banyak hakim jalanan dari berbagai kelompok berbeda tergantung posisinya dalam suatu wilayah apakah sebagai mayoritas atau minoritas.

No comments: