Sunday, December 18, 2016

Dua tindakan berbeda Polisi

Media sosial hari ini diramaikan oleh dua aksi yang mendapat tanggapan berbeda dari pihak aparat.

Pada beberapa titik di pulau Jawa, FPI melakukan razia penggunaan atribut natal. Razia ini didasarkan pada Fatwa MUI nomor 56/2016. Dikatakan bahwa razia tersebut sebagai bentuk sosialisasi fatwa.

Dalam peristiwa sosialisasi di Surabaya itu, FPI datang berombongan dengan sejumlah massa. Sementara itu, pihak kepolisian pun hadir di situ. Memfasilitasi  FPI sehingga bisa bertemu dengan pemilik usaha dan mengawal agar tak ada gesekan.

Berita lainnya adalah tentang anggota Komite Nasional Papua Barat wilayah Nabire yang ditangkap saat membawa surat pemberitahuan aksi damai ke kantor Polisi. Penangkapan lainnya adalah terhadap anggota KNPB dan tokoh adat di Wamena karena hendak mengadakan doa bersama memperingati peristiwa Trikora 19 Desember serta mendukung ULMWP di MSG.

19 Desember adalah hari Tri Komando Rakyat (Trikora) yang menjadi awal sejarah kelam bangsa Papua. Tiga komando rakyat itu dibacakan oleh Soekarno di Jogjakarta pada 19 Desember 1961 dengan bunyi
Pertama, gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan belanda.
Kedua, Kibarkan sang Merah Putih di  Papua Barat, tanah air Indonesia.
Ketika, bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.

Soekarno kemudian membentuk komando Mandala dengan Mayjen Soeharto sebagai panglima Komando. Ada tiga tahap yang dilakukan kemudian yaitu infiltrasi, eksploitasi dan konsolodasi.

Dalam tahap infiltrasi, indonesia memasukan pasukannya secara rahasia di wilayah Papua. Pasukan Indonesia menyusup ke berbagai tempat penting sebelum melakukan aksi eksploitasi.

Selanjutnya eksploitasi dilakukan dengan menyerang pusat-pusat kekuatan Belanda dan Papua. Setelahnya dilakukan upaya konsolidasi untuk menegakkan kekuasaan Indonesia di Papua.

Bertepatan dengan peringatan hari Trikora itulah, bangsa Papua di berbagai tempat hendak melakukan aksi damai. Namun, diskriminasi selalu dialami oleh masyarakat Papua. Jika FPI bebas melakukan aksinya bahkan aparat kepolisian memfasilitasinya dengan baik, bangsa Papua harus melewati berbagai penangkapan bahkan penyiksaan untuk setiap aksinya.

Apa yang dilakukan pihak kepolisian agak aneh. FPI sedang memperjuangkan Fatwa MUI yang jelas-jelas merupakan satu dari sekin banyak organisasi di Indonesia. Artinya, polisi memfasilitasi aturan atau ketetapan yang dibuat oleh satu kelompok saja. Selain itu, yang bertugas menjaga keamanan adalah polisi. Jadi ketika FPI diberi ruang untuk melakukan aksi yang disebut sosialisasi itu maka sesungguhnya pihak kepolisian sedang membiarkan FPI yang mengatur arah dan tujuan hidup bernegara. Pancasila sebagai dasar negara diabaikan. Indonesia berdasarkan Pancasila, bukan berdasarkan keyakinan atau fatwa satu kelompok tertentu. Karena itu yang mengaturnya haruslah pemerintah bukan kelompok tertentu.

Namun sikap berbeda dilakukan terhadap bangsa Papua. Jika terhadap FPI, pihak kepolisian menjalankan tugas sebagai pengaman dan menghargai kebebasan berekspresi, tidak demikian dengan Papua. Sejak menyampaikan surat pemberitahuannya, orang Papua sudah ditangkap. Padahal orang Papua sedang berjalan sesuai dengan Pancasila dan UU yang mengatur kehidupan di Indonesia.

Hari ini kita akan mendengar berapa banyak orang yang ditangkap semuanya tergantung apakah kepolisian ingin menegakkan UU di Indonesia ini atau hanya memperhatikan siapa yang melakukan aksinya.

Baca juga artikel lain ini

No comments: