Sunday, January 22, 2017

Aibon dan Anak-Anak Putus Sekolah

Minggu 22 Januari siang kemarin, saya dikagetkan oleh suara-suara tak biasa dari samping rumah. Tepat di bedengan yang ditanami daun bawang, seorang anak berusia sekitar 10 tahun berbaring sementara dua temannya duduk di sampingnya. Entah karena siang itu sangat panas dan ada pohon advokat yang memberi kesejukan, ketiga anak itu kelihatan santai.

Setelah saya dekati, anak yang sedang berbaring di atas tanaman daun bawang itu ternyata sedang memegang botol bekas minuman dengan isi Lem Aibon. Teman satunya pun memegang botol serupa sambil sesekali menghirup aibon dari mulut botol itu. Satu temannya lagi hanya memandang keduanya tanpa botol di tangan.

Dari ketiga anak ini, hanya satu orang yang mengaku masih sekolah namun jarang masuk sekolah. Ketika ditanyakan, ketiganya dengan santai menjawab kalau malas ke sekolah lagi karena jarang ada guru yang masuk setiap hari. Rupanya kedua anak lainnya pun pernah sekolah namun berhenti.

Alasan serupa pernah saya dengar dari anak jalanan lainnya yang ada di sekitar jalan Irian Wamena. Beberapa mengakui bahwa mereka ke kota dan menghisap Aibon setelah kabur dari rumahnya di Kampung. Mereka terpaksa ke kota karena orangtuanya sering marah karena anak-anak jarang ke sekolah. Sementara, anak-anak ini enggan ke sekolah karena jarang ada kegiatan belajar mengajar di sekolah. Tentu saja alasan anak-anak ini patut dibuktikan lagi. Namun pengakuan mereka ini pun mesti menjadi catatan serius bagi pemerintah untuk menangani masalah pendidikan.

Anak lainnya mengakui bahwa dirinya ke kota karena orangtuanya sudah meninggal dunia. Ada juga yang mengaku tidak bisa melanjutkan pendidikan karena orangtua tidak mampu.

Aibon, kini menjadi masalah serius bagi anak-anak di Kabupaten Jayawijaya. Perlu perhatian serius dari berbagai pihak untuk mengatasi persoalan ini. Anak-anak ini sudah terlalu sering dikasari. Mereka pun disebut sebagai "Anak - anak Aibon". Tak jarang anak-anak ini dianggap kriminal, suka mencuri dan berbagai stigma megatif lainnya.

Ketika ditanyakan beberapa anak mengaku pernah mencuri barang seperti ban mobil. Namun mereka mengakui bahwa mereka mencuri karena dipaksa oleh orang-orang dewasa dari kelompok tertentu. Orang-orang yang menyuruhnya kelihatan sangat taat hukum, namun anak-anak ini dipandang sebagai kriminal.

Mereka hidup di jalanan tanpa pendidikan, tak ada jaminan kesehatan, tak ada jaminan keamanan. Mereka hidup dengan bayangan masa depan yang suram. Beralaskan lantai emperan pertokoan yang bukan miliknya, setiap malam mereka tidur di bawah kolong langit berselimutkan karung bekas untuk sekadar menghangatkan badan dari dinginnya Wamena. Sementara sebagian besar dana yang bisa digunakan untuk "fakir miskin dan anak terlantar" dikorupsi oleh mereka yang kelihatan saleh karena rajin berdoa, berpakaian bersih dan selalu mengawali pidato atau sambutan dengan memanggil nama Tuhan.

No comments: