Friday, September 20, 2013

Keturunan Pendiri Taj Mahal hidup dalam kemiskinan

Walter Benjamin pernah katakan kalau sejarah itu adalah tentang para pemenang. Pertanyaannya adalah siapakah pemenang itu? apakah mereka yang bisa meninggalkan jejak untuk dikenang sebagai sejarah? lalu jejak seperti apa yang bisa dikenang? 
kisah kemiskinan yang melekat dalam hidup keturunan pendiri Taj Mahal di India ini bisa menjadi pintu masuk ke dalam refleksi itu. 
Sejarah memang adalah tentang para pemenang yang bisa membuat orang mengenang. Tetapi sejarah bukan saja sesuatu yang sudah lampau tetapi juga apa yang ada sekarang ini yang diwariskan dari masa lampau. kalau keluarga pendiri Taj Mahal ini hidup miskin, itu menandakan bahwa mereka adalah orang-orang kalah dan yang dikalahkan oleh pihak-pihak yang memanfaatkan keindahan Taj Mahal untuk keagungan  dirinya tanpa memperhatikan bagaimana bangunan indah itu ada. Mereka kalah karena dilupakan. 
Ini sudah menjadi kebiasaan dalam dunia ini. Banyak orang yang sukses dan berbangga atas kesuksesannya tetapi melupakan bahwa kesuksesannya adalah buah karya sekian banyak orang dalam hidupnya. Atau kita yang hidup saat ini bisa menikmati berbagai jenis obat-obatan yang sangat membantu menyembuhkan berbagai jenis penyakit seringkali melupakan sekian banyak orang yang menjadi korban dari percobaan obat-obatan itu pada awal digunakan untuk manusia. 
Lupa memang penyakit yang semakin mengorbankan para korban. Terangkatnya berita kemiskinan keluarga pendiri Taj Mahal ini kiranya menjadi obat lupa yang bisa mengingatkan kita akan korban yang telah berjasa bagi kita saat ini. Kalau pemerintah India berupaya untuk mengobati penyakit lupa dengan membantu keluarga pendiri Taj Mahal karena ada berita tentangnya, diharapkan pemerintah Indonesia pun bisa peduli dengan banyaknya korban yang berjatuhan di Indonesia ini karena keserakahan pihak-pihak tertentu. Mungkin berita tentang kemiskinan masyarakat Indonesia bisa menggerakkan pemerintah untuk peduli terhadap masyarakatnya yang telah membiayai hidup para pejabat itu sendiri.

 Kita semua tentu mengetahui bangunan megah di India yang bernama Taj Mahal. Monumen cinta yang luar biasa tersebut dibangun oleh Mughal Shāh Jahān dari kekaisaran Mughal demi mengenang sang istri. Namun siapa sangka keturunan dari kekaisaran Mughal yang begitu tersohor dan terkenal dengan berbagai peninggalannya itu kini harus berjuang hidup dalam kemiskinan di India. Ia hanya mengandalkan uang pensiun yang tidak seberapa untuk menghidupi keluarganya.

Sultana Begum, 60 tahun, merupakan istri Pangeran Mirza Bedar Bukht yang merupakan cicit dari Bahadur Shah Zafar sang kaisar terakhir kekaisaran Mughal. Sejak kematian sang suami pada 1980, Sultana harus rela menjalani kehidupannya dalam kemiskinan. Tempat tinggalnya bukanlah sebuah istana nan megah melainkan sebuah gubuk kecil berkamar dua yang ada di daerah Howrah, sebuah kawasan kumuh di Kolkata (dulu dikenal dengan nama Kalkuta).
Untuk memasak, Sultana harus rela berbagi dapur bersama dengan tetangganya yang lain. Untuk mencuci pun ia harus menggunakan fasilitas keran air umum. Ia menggatungkan hidupnya dari uang pensiun yang hanya berjumlah 6.000 rupee, atau sekitar Rp 1 juta, per bulan. Uang sebesar itu harus dia gunakan untuk mencukupi biaya kehidupannya dan mendukung biaya kehidupan keenam anaknya. "Hanya Tuhan yang tahu bagaimana kami semua bisa bertahan hidup," kata Sultana seperti dilansir Daily Mail.

Saat ini Sultana hanya tinggal dengan seorang anaknya yang belum menikah, Madhu Begum."Putri-putri saya yang lain dan suami mereka adalah orang-orang miskin. Mereka hanya bisa menanggung diri sendiri sehingga tidak bisa membantu kami," ujarnya. Melihat kehidupan Sultana yang memperihatinkan, banyak aktivis di India yang mendesak pemerintah untuk turun tangan memberikan bantuan, apalagi kerajaan Mughal yang merupakan leluhur suami Sultana harus hancur karena melawan penjajahan Inggris terhadap India.

Pemerintah India sendiri pada akhirnya memberikan pekerjaan pada salah satu cucu Sultana, Roshan Ara. Roshan mendapatkan pekerjaan dengan gaji yang lumayan yaitu sebesar 15.000 rupee, sekitar Rp 2,7 juta. Hanya saja sebagian besar keturunan Sultana buta huruf sehingga tidak memenuhi syarat untuk bekerja.

No comments: