Konsekuensi lanjutan dari kondisi seperti itu adalah wilayah Papua akan senantiasa dijaga agar tidak terpisah dari Indonesia sementara manusia Papuanya bisa dibunuh atau dibiarkan mati tanpa perawatan. Demikianlah jika hanya wilayah teritorial saja yang menjadi bagian integral dari Indonesia sementara manusia Papua tidak pernah diperlakukan sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang memiliki hak yang sama dengan masyarakat Indonesia di wilayah lain Indonesia. Hal ini semakin nyata dalam ekploitasi terhadap kekayaan alam Papua. Tanpa memperhatikan masyarakat Papua yang sangat dekat dengan alam dan hidup dari alam, alamnya dihancurkan untuk mengeksploitasi kekayaan yang terkandung dalamnya. Akibatnya masyarakat Papua menjadi terasing dari sumber kehidupannya dan tercerabut dari akar budaya dan lingkungan hidupnya sendiri.
Kondisi seperti inilah yang sesungguhnya dinamakan dengan
penjajahan itu. Masyarakat Papua dijajah demi pengerukan kekayaan alamnya. Maka
ketika orang Papua atau orang yang peduli tentang kondisi masyarakat Papua
berteriak merdeka, sesungguhnya tersirat suatu gugatan terhadap negara ini akan
tindakan penjajahan yang selama ini dilakukan terhadap orang Papua. Tentu saja
ini baru dilihat dari Prinsip "Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia".
Jika merujuk pada sejarah integrasi Papua ke dalam NKRI, situasi penjajahan itu
menjadi jelas.
Namun, masyarakat Papua yang meneriakan persoalan ketidakadilan
sosial seperti itu pun distigma sebagai Seperatis. Padahal masyarakat Papua
sedang menuntut haknya sebagai warga negara Indonesia yang seharusnya menjamin
kesejahteraan masyarakat termasuk masyarakat Papua itu sendiri.Maka ketika
negara menstigma masyarakat Papua karena menyuarakan hak-haknya siapakah yang
sesungguhnya Separatis?
Menyuarakan kepada negara tentang persoalan keadilan sosial
mengandaikan bahwa pihak yang menyuarakan hal itu adalah bagian dari negara
bersangkutan atau paling kurang mengakui bahwa negara bertanggung jawab atas
kehidupannya yang layak. Dengan demikian ketika masyarakat Papua menyuarakan
persoalan ketidakadilan sosial yang dialaminya berarti masyarakat Papua sedang
menuntut tanggung jawab negaranya terhadap kehidupannya yang layak. Namun
ketika mereka yang bersuara itu distigma sebagai separatis, maka yang separatis
sesungguhnya bukanlah masyarakat itu tetapi aparat negara yang memberi stigma
itu. Sebab dalam kehidupan bernegara, masyarakat memiliki hak yang sama dan
negara berkewajiban untuk melindungi, memenuhi dan menghormati hak
masyarakatnya. Dengan demikian stigma separatis terhadap masyarakat Papua yang
berseru tentang ketidakadilan sosial yang dialaminya adalah tindakan kaum
separatis yang memisahkan Papua dalam konteks keadilan sosial dari seluruh
masyarakat Indonesia di wilayah lainnya.
Ketika negara dalam diri aparaturnya bertindak secara
diskriminatif terhadap orang Papua maka aparat negara itu telah melanggar
prinsip hidup dalam negara ini. Dengan demikian aparat negara itu adalah
separatis. Separatis di sini hendaklah tidak dilihat hanya sebagai upaya pemisahan
wilayah oleh orang yang berada di wilayah tersebut. Pembedaan perlakuan
terhadap masyarakat Indonesia di suatu wilayah juga merupakan suatu pemisahan
wilayah karena menganggap masyarakat di wilayah tersebut bukan bagian dari
masyarakat Indonesia. Yang terjadi di Papua selama bertahun-tahun adalah
seperti itu, masyarakat Papua tidak dianggap dan diperlakukan sebagai
masyarakat Indonesia tetapi sebagai orang Papua yang bukan merupakan wilayah
Indonesia. Dengan demikian kelompok separatis sesungguhnya adalah aparat negara
yang melanggar prinsip hidup bernegara di Indonesia dan memperlakukan
masyarakat Papua sebagai bukan masyarakat Indonesia. Jika diungkapkan dengan
kata-kata lain, yang menginginkan Papua berpisah dari Indonesia bukan hanya
orang Papua sendiri yang merasa dijajah tetapi juga aparat negara Indonesia
yang memperlakukan Papua sebagai negara lain yang ada di Indonesia.