Wednesday, October 2, 2013

Indonesia: Sudah Hancur kini Hancur Lebur



Saat mendengar berita Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar tertangkap dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) setelah serah terima uang dolar Singapura senilai Rp 3 Miliar terkait dugaan suap sengketa pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah, seorang teman dengan spontan berkomentar "Indonesia ini sudah hancur kini hancur lebur".

Indonesia memang sudah hancur oleh berbagai persoalan yang membelit negara ini. Berbagai persoalan korupsi mulai dari tingkat kepala desa/lurah, camat, bupati, gubernur, DPRD dan DPR RI hingga menteri dan Presiden tiap hari memenuhi ruang informasi masyarakat. Selain itu persoalan intoleransi hingga terus mengorbankan banyak warga tak kunjung menghilang dari bumi nusantara ini. Persoalan pemilukada di berbagai wilayah di Indonesia yang tak habis-habisnya mengganggu kehidupan masyarakat. Belum lagi persoalan ekonomi yang setiap saat semakin mencekik kehidupan rakyat kecil serta sejumlah persoalan lain yang tak kunjung terselesaikan.

Kini, pada palang pintu terakhir penegakkan hukum atas berbagai persoalan di atas justru menceburkan diri dalam persoalan-persoalan di atas. Tidak tanggung-tanggung, ketua MK pun terjun langsung dalam kubangan itu. Sepintas kita bisa menilai bahwa bagi para pejabat  di Indonesia ini, korupsi atau suap-menyuap bukan lagi masalah tetapi menjadi seperti suatu "keharusan" atau dengan bahasa yang sudah sering digunakan korupsi sudah menjadi budaya.

Di tengah masyarakat yang sekarat dijerat kemiskinan, para pejabat negara yang seharusnya mengangkat masyarakat dari lumpur kemiskinan justru semakin menenggelamkan masyarakat miskin dengan pemiskinan tersistematis. Sistem perekonomian dan politik Indonesia ini lebih sering menguntungkan para pejabat dan pengusaha daripada masyarakat. Padahal gaji para pejabat negara diambil dari masyarakat miskin dan keuntungan para pengusaha diambil dari kesengsaraan masyarakat. Untuk hal ini, kita ingat apa yang dikatakan filsuf Jerman berkebangsaan Yahudi, Walter Benjamin bahwa kekayaan yang kita miliki adalah bagian dari apa yang kita ambil dari orang-orang yang kurang beruntung. Para pemilik modal mengambil keuntungan dengan memeras nilai kerja para buruhnya.


Sistem yang tidak adil seperti ini tentu saja sudah menghancurkan Indonesia ini. Kini pada palang pintu tempat masyarakat memperjuangkan keadilan itu untuk tingkat tertinggi, palang pintu itu pun roboh sekaligus menghancurkan Indonesia ini berkeping keping. Harapan masyarakan Indonesia untuk memperoleh keadilan di negara hukum ini sudah hancur, tetapi remuknya palang pintu keadilan (MK) menghancurleburkan bangsa ini sekalian dengan harapan-harapannya akan keadilan.

Kini masyarakat kecil bingung. Ke mana harapan akan keadilan diletakkan? Meletakkannya pada pundak wakil rakyat tentu saja rakyat ragu. Banyaknya wakil rakyat yang terlibat korupsi dan suap-menyuap dan berubahnya fungsi wakil rakyat menjadi wakil partai saja semakin menghilangkan asa masyarakat pada lembaga terhormat itu. Berharap pada presiden pun masyarakat ragu. Apa yang bisa diharapkan dari presiden yang suka pencitraan diri? Yang penting citra diri presiden, tidak penting masyarakatnya melarat; yang penting dapat penghargaan toleransi walaupun intoleransi mewabah dan tak ada jalan keluar.

Mungkin secuil harapan bisa masyarakat letakan pada pundak KPK. Hanya saja, KPK mesti transparan dan selalu dikontrol agar tidak gugur seperti lembaga elit negara lainnya. Salain itu, KPK mesti bisa menuntaskan kasus-kasus besar seperti Century, Hambalang dan sebaris panjang kasus lainnya sesegera mungkin. Ingat, masyarakat akan menjadi bosan dan tidak percaya kalau kesabarannya menanti penyelesaian kasus itu habis.

Indonesia memang sudah hancur dan kini hancur lebur. Tetapi kepingan harapan yang hancur lebur itu akan tetap ada dan tidak pernah musnah. Sekarang masyarakat menanti sosok yang bisa menyatukan harapan yang sudah hancur lebur itu. Sosok itu adalah pribadi yang sungguh-sungguh berjuang bagi masyarakat tak peduli ditekan oleh orang-orang yang merasa kepentingannya ambruk oleh kepentingan masyarakat. Mungkin sosok seperti Jokowi-Ahok bisa menyatukan dan mengangkat harapan yang hancur lebur itu ke tempat semula. Semoga kehadiran Jokowi-Ahok bisa menginspirasi lahirnya sosok-sosok seperti mereka.