Monday, October 5, 2015

BBM Subsidi untuk siapa???

BBM Subsidi untuk siapa???


Harga BBM selalu menuai polemik. Kenaikan Rp 100 saja akan menimbulkan protes di berbagai tempat di Indonesia. Namun tidak di Papua. Kalau di tempat lain di Indoensia harga Bensin berkisar antara Rp 6000-7000, di Pegunungan Tengah Papua harga bensin perliter paling murah Rp 23.000. Ini jauh di atas harga di pasar dunia. Bahkan beberapa hari terakhir harga bensin melambung tinggi hingga Rp 100.000/ liter.

Tentu saja ada subsidi yang diberikan oleh pemerintah. Namun di wamena misalnya, harga bensin seperti tidak disubsidi pemerintah bahkan jauh di atas harga minyak dunia. Para pedagang eceran yang umumnya merupakan pendatang menjelaskan bahwa harga bensin yang mahal itu disebabkan oleh transportasi yang sulit dalam mendistribusikan minyak.

Memang distribusi barang ke pegunungan tengah Papua hanya melalui transportasi udara. Akan tetapi subsidi BBM yang diberikan pemerintah itu bukanlah subsidi untuk konteks Jakarta saja. Artinya, harga subsidi BBM itu adalah harga yang merata di seluruh Indonesia. Maka tentu saja pemerintah menanggung biaya distribusi BBM ke pegunungan tengah Papua. Itu berarti harga di Wamena seharusnya sama dengan harga bensin di Jakarta.

Memang benar bahwa harga itu sama. Di SPBU di Wamena harga bensin sama seperti di Jakarta. Namun, untuk mendapatkan bensin dengan harga subsidi, masyarakat harus memiliki kupon yang bisa diperoleh di Perindakop. Kupon ini dimaksudkan agar BBM yang ada di Wamena tidak dijual ke wilayah lain di pegunungan tengah Papua. Dengan itu diharapkan agar BBM di Wamena selalu tersedia. Langkah ini tentu saja baik.
Akan tetapi, ketersediaan BBM di SPBU di Wamena selalu cepat habis. Sementara itu, di ruko-ruko dan di pinggir jalan BBM selalu tersedia setiap hari dan dijual dengan harga tiga kali lipat dari harga BBM di SPBU.  Kenyataan ini dibiarkan oleh pemerintah dan juga masyarakat selama bertahun-tahun. Baik pemerintah pusat maupun daerah bersikap cuek terhadap hal ini. Akibatnya, mobilisasi manusia dan barang sangat terhambat. Produk-produk masyarakat kecil sulit didistribusikan ke kota. Harga barang melambung tinggi. Masyarakat pun semakin melarat.

Pertanyaannya adalah apakah benar para pedagang eceran sendiri yang mendatangkan BBM ke Wamena? Ataukah, BBM yang dijual di ruko-ruko di Wamena merupakan BBM subsidi yang dibeli di SPBU di Wamena?
Kalau benar bahwa para pedagang itu sendiri yang mendatangkan BBM ke Wamena, maka negara sebenarnya sedang alpa bahkan bersikap diskriminatif terhadap masyarakat di pegunungan tengah Papua. Bagaimana mungkin negara membiarkan para pedagang mendatangkan BBM sendiri sementara di tempat lain negaralah yang mendistribusikan BBM secara memadai. Sunggu menjadi sesuatu yang aneh pula,BBM yang disubsidipemerintah dari uang rakyat kemudian diperdagangkanoleh segelintir orang dengan harga yang sangat mahal hanya karena alasan transportasi yang sulit. Kalau para pedagang itu bisa, kenapa negara yang dibiayai uang rakyat tidak bisa mendatangkan BBM?

 Kalau BBM yang dijual para pedagang itu merupakan BBM yang dibeli di SPBU di Wamena, maka negara pun sebenarnya tidak hadir di sini. Negara tidak hadir karena negara membiarkan para pedagang seenaknya kenaikan harga BBM. Ataukah ada pihak tertentu yang sedang bermain dan mengambil keuntungan besar dari kemelaratan masyarakat dan kealpaan pemerintah?

Jika kemungkinan kedualah yang terjadi, maka berapa banyak keuntungan para pedagang setiap harinya?
Menurut informasi yang saya peroleh, setiap harinya ada paling kurang 70 drum bensin yang didistribusikan dari jayapura ke Wamena. Setiap drum berisi sebanyak 200 liter. Maka sebagai contoh, jika para pedagang membeli di SPBU dengan harga Rp 8.000 dan dijual dengan harga paling murah Rp 23.000, para pedagang mendapat keuntungan sebesar (Rp 23.000*14.000 liter) - (Rp 8.000*14.000 liter) atau sebesar Rp 210.000.000 per hari. Jika angka itu merupakan biaya yang dikeluarkan negara untuk membiayai pendistribusian bensin dari Jayapura ke Wamena setiap harinya (angka pasti biaya transportasi BBM ke Wamena belum diketahui) maka negara merugi setiap hari sebesar Rp 210 juta. Kalikan saja berapa kerugian negara setiap bulan atau tahun. Negara mengalami kerugian sebesar Rp 76.650.000.000. Itu baru perhitungan kasar dengan 70 drum BBM. Bayangkan kalau kenyataannya jauh lebih besar dari itu jumlah yang didistribusikan pemerintah ke Wamena. Belum lagi kalau dihitung seluruh biaya yang dikeluarkan untuk memasok BBM ke seluruh kabupaten di Pegunungan Tengah Papua.

Bagaimana hal ini bisa terjadi dan berlangsung selama bertahun-tahun. Hanya pemerintah yang tahu. Namun perlu ada investigasi yang mendalam tentang permainan BBM ini. Jika tidak, negara akan terus merugi dan rakyat Papua terus melarat dan diperlakukan tidak adil oleh negara. Jika itu yang terjadi maka benarlah pernyataan beberapa teman, kalau Indonesia ini hanyalah Jawa sementara yang lain hanyalah pelengkap agar Indonesia bisa disebut sebagai negara kepulauan. Kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pun hanya bermakna bagi masyarakat di Jawa.