Saturday, January 17, 2015

JOKOWI: ANTARA HUKUMAN MATI DAN REVOLUSI MENTAL

Bapak Presiden Jokowi yang baik. Selama bertahun-tahun bapak sibuk melayani rakyat dengan penuh penghargaan atas HAM. Bapak juga ingin mengubah persoalan besar bangsa ini dengan gerakan Revolusi Mental. Revolusi Mental harus terjadi agar kebobrokan yg selama ini terjadi tidak terulang lagi dan lagi. Akan tetapi, setalah bapak memiliki kekuasaan yang besar dan mampu mendorong banyak perubahan, bapak justru salah memanfaatkan kekuasaan itu untuk mendorong penghargaan atas HAM dan terjadinya Revolusi Mental. Dengan menolak permohonan grasi dari para tahanan kasus narkoba yg dijatuhi hukuman mati, bapak telah salah menggunakan kekuasaan dan bapak belum mengalami revolusi mental.
Bapak presiden yang terhormat, para pengedar narkoba memang merusak bangsa, merusak upaya revolusi mental. Tetapi menghukum mati mereka juga merusak bangsa dan bukan jalan revolusi mental. Merusak bangsa karena bapak mengajarkan bahwa orang yg melakukan kesalahan haruslah dibunuh. Memang banyak yg berargumentasi bahwa pengedar narkoba melakukan kesalahan besar sehingga pantas dihukum mati, tetapi pertanyaannya kesalahan besar menurut siapa? Masyarakat akan melihat bahwa apa yg bapak lakukan terhadap para tahanan itu bisa diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Siapa yg salah dihukum tergantung seberapa besar kesalahannya. Dan setiap orang berbeda dalam menilai besarnya kesalahan. Maka main hakim sendiri hingga membunuh orang yg bersalah jadi mungkin. Apa itu yang Bapak sebut revolusi mental?

Bapak presiden, bapak jangan asal mengikuti orang lain yg berpikir bahwa dengan hukuman mati, akan banyak orang yg bertobat dan tidak terlibat dalam masalah narkoba. Tidak ada bukti bahwa hukuman mati buat orang lain jera. Ini bukan revolusi mental bapak. Dan ini tidak akan mendorong adanya revolusi mental.
Bapak presiden, revolusi mental tidak bisa terjadi dengan membunuh. Dan adalah kontradiksi memperjuangkan HAM dengan membunuh. Kalau bapak tetap menghendaki adanya hukuman mati, apa bedanya bapak dengan para pembunuh, dengan para pengedar narkoba yg merusak bangsa atau para teroris yg membunuh banyak orang.
Ingat bapak Presiden, bapak itu adalah teladan bangsa. Tapi apa yg harus diteladani kalau dalam soal paling dasar saja, hak hidup, bapak tidak beda dengan para penjahat yg menghendaki kematian musuhnya? Bapak mestinya menjadi teladan soal menghargai hak hidup orang lain. Tapi yg bapak buat adalah membiarkan pembunuhan itu menjadi hal yg biasa dan dibenarkan. Jelas ini bukan revolusi mental.
Bapak mengira bahwa dgn hukuman mati banyak orang yg bertobat. Sama sekali tidak bapak. Yg terjadi justru ajaran baru untuk membunuh.  Bapak presiden yg harus diubah itu adalah mental orang agar tidak cari jalan pintas untuk jadi kaya dengan narkoba. Tapi bapak justru mengajarkan jalan pintas baru mencapai revolusi mental dengan membunuh dan mengancam akan membunuh orang yg masih mengedarkan narkoba. Tapi jalan itu tidak akan mencapai revolusi mental.


Bapak presiden, banyak rakyat bapak yg terancam hukuman mati dibanyak negara. Pasti bapak akan berjuang untuk mereka itu. Tetapi apa yg mendasari perjuangan bapak kalau di dalam negara sendiri di mana bapak satu-satunya yg berkuasa untuk menyelamatkan orang yg dijatuhi hukuman mati tetapi bapak justru menyetujui hukuman mati. Kalau alasan bapak bahwa yg dihukum mati itu orang yg berbuat kesalahan besar merusak bangsa, maka di negara lain di mana banyak rakyat bapak terancam hukuman mati pun alasannya sama, karena melakukan kesalahan besar. Penentuan besar kecilnya kesalahan yg dijatuhi hukuman mati tidak sama untuk setiap orang. Jadi tidak harus kasus narkoba.  bapak berjuang untuk menyelamatkan rakyat bapak di negara orang, tetapi membunuh orang lain di negara sendiri. Bapak pikirkan lagi sebelum bapak tidak bisa mengembalikan mereka yg bapak setujui untuk dibunuh. Ingat bapak ini bukan revolusi mental dan adalah bohong memperjuangkan HAM dengan Melanggar HAM.